Kumpulan Contoh Materi Kultum Pengertian Jahiliyah Bag.2


Kumpulan Contoh Materi Kultum Pengertian Jahiliyah Bag.2  
Kumpulan Contoh Materi Kultum Pengertian Jahiliyah Bag.2. Tidak Mau Berpikir.
Allah SWT berfirman: “Qul Innamaa A’idzhukum biwaahidatin. An taquumuu lillaahi matsnaa wa furaadaa tsumma tatafakkaruu. Maa bishaahibikum min jinnatin”;
Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad), tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu” (QS.Saba’: 46).
Orang-orang Jahiliyah yang mendengar ayat ini tidak mau berpikir sejenak seraya mempertimbangkan kandungan dan arti dari ayat yang menarik ini. Mereka lebih memilih untuk menjawab: “Kami telah berpegang teguh terhadap apa yang telah dilakukan oleh para leluhur kami. Kami tidak sudi mematuhi orang ini, Muhammad s.a.w.”

Demikianlah kaum jahiliyah, yang senantiasa memutarbalikkan fakta, menuding bahwa Rasulullah adalah orang gila, pendongeng sejati, dan orang yang tidak tahu diri, tanpa berpikir terlebih dahulu dan membuktikan bahwa perkataannya itu sesuai dengan realitas yang hakiki. Hal ini diakibatkan karena diri mereka yang tidak mau mendengar, tidak sudi berpikir dengan akal sehatnya, dan senantiasa menyelimuti diri mereka dengan hawa nafsu, yang mengantarkan mereka pada kesesatan yang nyata.

Maka dari itu, hendaknya ini menjadi titik sentral perhatian orang-orang yang beriman agar cermat memilah dan memilih, yang mana hidayah (petunjuk) dan yang mana dhalalah (kesesatan), karena tidak sedikit kesesatan yang terbungkus oleh kamuflase hidayah. Tidak jarang orang-orang menyangka sesuatu itu hidayah (hal yang benar-benar sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh syariat), namun hakikatnya adalah kesesatan yang nyata.

Hal inilah yang menjadi sebab mengapa dahulu Rasulullah s.a.w melarang para sahabat untuk berziarah kubur, sebelum akhirnya beliau me-mansukh-kan hadits itu dengan ucapan: “Inni kuntu nahaytukum ‘an ziyaaratil qubuur, fazuuruhaa fa innahaa tudzakkirukumul aakhirah”; “Sesungguhnya dahulu aku mencegahmu untuk berziarah kubur, (sekarang) berziarahlah kamu, sesungguhnya hal itu akan mengingatkanmu akan kematian (kehidupan akhirat)” (HR.Abu Daud, Turmudzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad) (“Al-Ibdaa’u fi Madhaaril Ibtidaa’ ”, As-Syaikh Ali Mahfudz, Daarul Bayan Al-‘Arabi, Kairo). Itulah beberapa praktek jahiliyah, yang hanya bersandar pada dugaan-dugaan dan hawa nafsu, yang turun temurun terwarisi dari para leluhur mereka, yang dianggap sebagai sebuah petunjuk dan tuntunan yang benar, padahal pada dasarnya adalah kesesatan yang teramat nyata.

Satu hal yang perlu menjadi perhatian umat Islam, bahwa perangai Jahiliyah menganut satu kaidah (asas): “Al-Ightirar bil Aktsar”; “Tertipu oleh Kebanyakan” (deceived by the most). Mereka berhujjah bahwa yang banyak pelaku dan pengikutnya, itulah yang benar. Mereka mengambil kesimpulan bahwa sesuatu itu salah (batil) karena asing (aneh) dan sedikit penganut atau pengikutnya. Itulah prinsip dasar yang mereka pegang, dan mereka suka memutarbalikkan fakta yang ada di dalam Al-Qur’an dengan menukar-nukar kandungan tafsir Al-Qur’an sekehendak hawa nafsunya.
Sudah menjadi sunnatullah, bahwa kebaikan itu sedikit pengikutnya dan kesesatan itu banyak peminatnya.
Sebagaimana Allah SWT berfirman:
Wa in tuthi’ aktsara man fil ardhi yudhilluuka ‘an sabiilillah. In yattabi’uuna illadzh-dzhonna wa in hum illa yakhrushuun”;

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (QS.Al-An’am:116).

Wamaa wajadnaa li aktsarihim min ‘ahdin. Wa in wajadnaa aktsarahum lafaasiqiin”
Dan kami tidak mendapati kebanyakan mereka berjanji. Sesungguhnya kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik”(QS.Al-An’am: 102).
Nabi s.a.w bersabda: “Bada-al Islaamu ghariiban, wa saya’uudu ghariiban kamaa bada-a”; “Islam pada mulanya (hadir) dianggap sebagai hal yang aneh (asing), dan kelak ia akan kembali sebagai hal yang asing sebagaimana dahulu ia datang”. Allahu A’lam bishawaab.

Sumber : media internet